Setiap malam, rutinitas yang sama terulang di rumah keluarga Pratama. Dinda, gadis kecil berusia 8 tahun, selalu meminta tambahan waktu lima menit lagi untuk bermain game di tabletnya, sementara ibunya, Nina, berkali-kali mengingatkan bahwa sudah waktunya tidur.
“Sebentar lagi, Bu… lima menit saja,” rengek Dinda sambil tetap fokus pada layar tabletnya.
Nina menghela nafas panjang. Sudah hampir setengah jam sejak pertama kali dia meminta Dinda untuk mematikan tabletnya. Kesabarannya mulai menipis.
“Dinda! Sudah Ibu bilang berkali-kali, matikan tabletnya sekarang!” suara Nina meninggi.
Tiba-tiba, Rama, suami Nina yang baru pulang kerja, masuk ke kamar Dinda. Dia melihat kejadian itu dan teringat percakapannya dengan rekan kerjanya tadi siang tentang pentingnya keteladanan dalam mendidik anak.
Rama duduk di tepi tempat tidur Dinda dan berbicara dengan lembut, “Dinda sayang, coba lihat Ayah sebentar.”
Dinda mengalihkan pandangannya sejenak dari tablet.
“Ayah mau tanya, kenapa setiap malam selalu sulit kalau diminta berhenti main tablet?”
“Habisnya… Dinda belum ngantuk, Yah. Lagian kan Ayah juga sering main HP sampai malam,” jawab Dinda polos.
Kata-kata Dinda menohok hati Rama. Dia sadar selama ini sering menghabiskan waktu dengan ponselnya bahkan saat di rumah, terutama setelah pulang kerja. Nina yang mendengar itu juga tertegun, mengingat kebiasaannya sendiri yang sering scroll media sosial sampai larut malam.
Malam itu menjadi titik balik bagi keluarga Pratama. Rama dan Nina sepakat untuk membuat perubahan. Mereka membuat “Zona Bebas Gadget” di rumah: tidak ada gadget saat makan bersama, dan semua perangkat elektronik harus dimatikan satu jam sebelum waktu tidur.
Awalnya sulit, baik untuk orang tua maupun anak. Tapi mereka menggantinya dengan aktivitas yang lebih bermakna. Sebelum tidur, mereka membacakan dongeng untuk Dinda, bermain teka-teki, atau sekadar berbagi cerita tentang kejadian di sekolah dan kantor.
Sebulan kemudian, perubahan mulai terlihat. Dinda tidak lagi merengek soal tablet di malam hari. Dia bahkan yang mengingatkan ayahnya ketika Rama secara tidak sadar mengecek emailnya saat jam makan malam.
“Ayah, ingat kan? Ini zona bebas gadget!” kata Dinda dengan senyum bangga.
Rama dan Nina saling pandang dan tersenyum. Mereka menyadari bahwa anak-anak tidak butuh ceramah panjang tentang disiplin penggunaan gadget. Yang mereka butuhkan adalah teladan nyata dari orang tua mereka.
Sejak saat itu, gadget tidak lagi menjadi sumber pertengkaran di rumah keluarga Pratama. Mereka menemukan kebahagiaan dalam momen-momen sederhana tanpa gangguan notifikasi dan layar yang berkedip. Dan yang terpenting, Dinda belajar tentang disiplin bukan dari kata-kata, melainkan dari contoh nyata kedua orang tuanya.
“Anak-anak mungkin lupa apa yang kau katakan, tapi mereka tidak akan pernah lupa apa yang kau lakukan.”