SETIAP orang mendambakan rumah tangga harmonis dan bahagia. Untuk memenuhi tujuan itu, berbagai daya dan upaya dikerahkan agar apa yang dicita-citakan bisa direalisasikan.
Namun, kebahagiaan lebih banyak diidentikan pada urusan materi. Sehingga, yang diperjuangkan adalah bagaimana menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Ini persis yang dinarasikan surah al-Humazah; bahwa manusia itu kebanyakan hobinya menumpuk-numpuk harta dan memamerkannya.
Anehnya, materi yang kadang sudah terkumpul belum jua memenuhi dahaga bahagia. Ini membuktikan, ada kebahagiaan yang sejati yang tak mampu diwujudkan oleh materi, sebanyak apapun itu.
Untuk membangun mahligai rumah tangga bahagia, penulis mengajak dan menawarkan kepada para pembaca yang budiman untuk mendesain rumah tangga dengan desain Surgawi.
Rumah tangga dengan desain demikian adalah yang dibangun dengan nilai-nilai Surgawi. Itu semua juga bisa dilihat dalam keluarga Nabi Muhammad ﷺ.
Rumah tangga Nabi adalah cerminan dari keluarga yang didesain dengan nilai Surgawi. Bila ada ungkapan “Rumahku adalah Surgaku,” maka itu sangat pas dalam menggambarkan situasi yang ada di dalamnya.
Inilah beberapa cerminan desain keluarga Surgawi. Pertama, melandasi rumah tangga dengan landasan iman yang teguh. Dalam surah al-Mu`minun [23] ayat 1-11 , disebutkan bahwa ciri-ciri penduduk Surga adalah mereka yang beriman.
Mereka memiliki ciri-ciri yang bisa diketahui, yaitu: khusyuk dalam shalat, berpaling dari hal-hal yang sia-sia, menunaikan zakat, menjaga kemaluan, amanah, memenuhi janji dan menjaga shalat-shalatnya.
Dengan demikian, rumah tangga tipe ini adalah yang memiliki hubungan bagus dengan Allah dan makhluk, cerdas spiritual, peduli sosial dan bisa dipercaya.
Kalau dilihat dalam pengertian hadits, menurut hadits panjang yang diriwayatkan oleh Umar, iman adalah enam rukun yaitu: kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir, Qadha dan Qadar yang baik maupun buruk. (HR. Muslim)
Lebih aplikatif, dalam hadit riwayat Tirmidzi dan Nasa`i, yang dinamakan mukmin adalah mereka yang mampu menciptakan kondisi aman sehingga orang lain (hartanya, jiwanya) merasa aman jika berada di dekatnya.
Kedua, menjadikan akhirat sebagai orientasi keluarga. Di dalam al-Qur`an, seringkali kata iman kepada Allah diiringi secara langsung dengan keimanan kepada hari akhir. Keimanan kepada Hari Akhir (akhirat) ini menunjukkan pentingnya orientasi akhirat.
Bila keluarga sejak awal tidak dedesain dengan orientasi ini, maka segenap aktivitas yang dilakukan hanya akan berkisar pada urusan duniawi dan bertujuan duniawi.
Dari kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad ﷺ. Pembaca bisa belajar. Betapa segenap potensi, daya, tenaga dan pikiran beliau persembahkan untuk kepentingan akhirat.
Beliu sebenarnya mampu menjadi kaya raya, karena disamping kepiawaiannya berdagang dan jujur, istrinya (Khadijah) adalah seorang wanita hartawan.
Namun demikian, seluruh kekayaan didedikasikan untuk kegiatan dakwah yang semuanya mengarah kepada akhirat. Maka ketika suatu saat ‘Aisyah cemburu dan mengatakannya sebagai wanita tua renta, Nabi tersinggung dan menyatakan bahwa dia tidak ada gantinya, karena selama hidupnya hartanya digunakan untuk kepentingan dakwah.
Karenanya, rumah tangga dengan desain Surgawi akan mengukur kebahagiaan, kesenangan dan suka citanya dengan timbangan akhirat.
Ketiga, mentrasfer nilai-nilai positif calon penghuni Surga ke dalam rumah tangga. Sebagaimana diketahui, misalnya dalam al-Qur`an, ada banyak hal yang menggambarkan sifat-sifat positif ahli (penduduk) Surga.
Penduduk Surga sebagaimana gambaran al-Qur`an memiliki nilai-nilai positif yang perlu diteladani, dalam surah al-Waqi’ah ayat 25 dan 26. Penduduk Surga itu tidak mengatakan sesuatu yang sia-sia dan dosa. Yang dikatakan selalu mengandung keselamatan, kesejukan dan kedamaian.
Dalam surah al-Hijr ayat 47, penduduk Surga itu bukanlah orang pendengki, karena sifat itu dicabut dari dada mereka. Merekapun rukun bersaudara. Bila ini deterapkan dalam rumah tangga, maka akan sangat dahsyat dampaknya.
Penduduk Surga juga memiliki ciri-ciri yang bisa diteladani bagi yang menginginkan rumah tangga yang bernilai Surgawi. Misalnya, bertakwa kepada Allah, rajin berinfak baik ketika kondisi susah maupun lapang, pandai menahan (mengontrol) amarah, mudah memaafkan, ketika berbuat zalim atau maksiat segera ingat dan bertaubat kepada Allah serta tidak mengulangi kesalahan yang sama (QS. Ali Imran [3]: 133-135)
Jika nilai-nilai itu bisa diteapkan dalam rumah tangga, maka keluarga sedang mendesain mahligainya dengan desain Surgawi.
Keempat, menjadikan rumah tangga sebagai pengabdian untuk Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini sebagai realisasi dari surah adz-Dzariyat ayat 56, bahwa misi penciptaan manusia di dunia adalah beribadah atau mengabdi kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Oleh karena itu, rumah tangga dengan desain Surgawi adalah yang menjadikan segenap aktivitas hidupnya dalam landasan pengabdian kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Pergaulan, interaksi, pekerjaan, kegiatan sosial, aktivitas kesehariannya diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Kelima, mendesaian rumah tangga dengan akhlak mulia. Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Nabi pernah bersabda, “Sesuatu yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam Surga adalah takwa kepada Allah dan akhalak yang mulia dan sesuatu yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam neraka adalah mulut dan kemaluan.” (HR. Ahmad, Baihaqi).
Oleh karena, itu tidak mungkin disebut rumah tangga Surgawi jika akhlaknya tercela. Tak bisa dikatakan sebagai keluarga Surgawi jika kehidupannya sangat jauh dari akhlak mulia.
Dari pembahasan tadi jelaslah bahwa, yang dimaksud dengan rumah tangga yang didiesain dengan desain Surgawi adalah yang menjadikan iman, orientasi akhirat, transfer nilai ahli Surga ke dalam keluarga, pengabdian kepada Allah dan akhlak mulia sebagai desain atau rancangan perencanaan untuk membina rumah tangga.
Sumber: hidayatullah.com
Leave a Reply