Ponpes HKC
Email
Telp

Kebiasaan Salafus Shalih pada 10 Hari Terakhir Ramadhan

 
 

BULAN Ramadhan bagi generasi salafus shalih merupakan momentum agung yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Utamanya, ketika 10 terakhir, mereka akan memaksimalkan ibadah mereka.

Ummul Mu’miinin ‘Aisyah meriwayatkan contoh konkret dari Nabi ﷺ:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

“Pada sepuluh terakhir bulan Ramadlan Rasulullah ﷺ lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain beliau juga meriwayatkan sabda Nabi:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Nabi ﷺ bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadlan), Beliau mengencangkan sarung Beliau, menghidupkan malamnya dengan ber’ibadah dan membangunkan keluarga Beliau.” (HR. Bukhari, Muslim).

Imam An-Nawawi mengatakan:

يُستحبُّ أن يُزاد من العبادات في العشْر الأواخر من رمضان، وإحياء لياليه بالعبادات

“Dianjurkan menambah ibadah pada sepuluh terakhir Ramadhan dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Ahmad Abdurrahman Al-Banna, al-Fathu al-Rabbany li-Tartiib Musnad al-Imaam Ahmad, 265)

Sedangkan Imam Asy-Syafi’i berkata:

أستحبُّ أن يكونَ اجتِهادُه في نهارِها كاجتهادِه في ليلِها

“Aku suka jika kesungguhan (di sepuluh hari Ramadhan) pada siang hari sama dengan pada malam hari.” (Dr. Abdul Aziz, Ruuh ash-Shiyaam wa Ma’aaniihi, 123)

Nabi ﷺ sendiri ketika sepuluha hari terakhir sangat menganjurkan keluarga dan umatnya untuk giat dalam beribadah. Jangan sampai lalai dari momentum agung ini. Sebab, tidak semua yang mendapatkan kenikmatan yang agung ini.

Bahkan, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Ali pernah bercerita:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوقِظُ أَهْلَهُ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Nabi ﷺ saat 10 terakhir Ramadhan, membangunkan keluarganya.” (HR. Tirmidzi). Untuk apa? Ya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Generasi salaf tidak menyia-nyiakan kesempatan ini karena di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seri bulan yang biasa disebut Lailatul Qadar. Serta kemuliaan lainnya.

Begitu cintanya mereka pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, di antara mereka ada yang menganjurkan untuk mandi pada setiap malamnya. Sebagaimana yang dilakukan An-Nakha’i. Ayyub As-Sikhtiyani biasanya mandi pada malam 23 dan 24 memakai baju baru dan minyak wangi. Luar biasa mereka dalam menyambut sepuluh malam terakhir.

Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik ketika memasuki malam keduapuluh empat, beliau mandi dan memakai minyak wangi dan memakai baju terbaiknya.

Demikian juga Tsabit Al-Bannany dan Hamid ath-Thawil memakai baju dan parfum terbaik ketika berada dalam masjid ketika melakukan ibadah di sepuluh malam terakhir.

Tamim Ad-Dary bahkan rela membeli pakaian seharga seribu dirham untuk dipakai pada malam-malam yang dimungkinkan turunnya Lailatul Qadar.

Meraka bukan saja menghidupan sepuluh terakhir Ramadhan sendirian. Mereka juga membangunkan keluarganya ketika malam untuk meneladani Rasulullah ﷺ.

Ibnu Rajab Al-Hanbaly berkata: “Pada sepuluh terakhir, Nabi ﷺ tidak meninggalkan kelurganya yang mampu untuk beribadah, pasti beliau bangungkan.”

Sufyan Ats-Tsaury sangat menyukai momentum ini. Beliau pernah berkata, “Yang paling aku suka ketika masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan, yaitu bersungguh-sungguh menunaikan tahajud di malam hari, membangunkan keluarga dan anak selama meraka mampu melaksanakannya.”

Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu punya kebiasaan setiap hari. Pada awal malam beliau shalat. Kemudian ketika sudah seprauh malam, beliau membangunkan keluarganya untuk shalat.

Jadi, kebiasaan shalat malam yang dilakukan di luar bulan Ramadhan, semakin tinggi intensitasnya saat sepuluh terakhir bulan Ramadhan.

Selain iktikaf dan shalat malam, para salaf di sepuluh terakhir juga sangat memperhatikan bacaan al-Qur`an. Aswad bin Zaid misalnya, pada bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan al-Qur`an tiap dua malam sekali. Di luar Ramdhan, beliau mengkhatamkan al-Qur`an tiap enam malam sekali.”

Sedangkan Qatadah Rahimahullah biasa mengkhatamkan al-Qur`an tiap tujuh hari sekali. Ketika bulan Ramadhan masuk, beliau bisa mengkatamkannya tiap tiga mala sekali. Sedangakan saat memasuki 10 terakhir, beliau bisa khatam tiap malam.

Imam Syafi’i kabarnya demikian antusias dalam membaca al-Qur`an. Dalam bulan Ramadhan beliau bisa mengkhatamkan 60 kali. Sedangkan di bulan lain bisa mengkhatamkan 30 kali perbulan. Itupun bacaan dalam shalat. Belum termasuk yang lain.

Waqi’ bin Al-Jarrah pun juga terbiasa membaca al-Qur`an. Dalam bulan Ramadhan. tiap malam beliau bisa mengkhatamkan satu kali lebih sepertiga al-Qur`an.

Semua kisah ini menunjukkan bahwa mereka sangat sungguh-sungguh dalam memanfaatkan momen 10 akhir Ramadhan dengan menjaga shalat jamaah, melaksanakan shalat malam, iktikaf dan membaca al-Qur`an.

Sampai-sampai Rabi’ bin Khutsaim Rahimahullah tetap menjaga shalat jamaahnya ke masjid walaupun kondisi kakinya lumpuh separuh. Ketika diingatkan bahwa beliau ada keringanan, jawabannya di luar perkitaan, “Ketika kalian mendengar Hayya ‘alal Falaah maka penuhilah walau dengan merangkak.”

Tulisan ini akan penulis tutup dengan pernyataan Abu Ishaq As-Sabi’I Rahimahullah:

يا معشر الشَّباب، جدُّوا واجتهدوا، وبادروا قوَّتكم، واغتنِموا شبيبتَكم قبل أن تعجزوا، فإنَّه قلَّ ما مرَّت عليَّ ليلة إلاَّ قرأت فيها بألف آية

“Wahai para pemuda! Seriuslah dan bersungguh-sungguhlah! Segeralah (beramal kebaikan) di saat masih kuat. Manfaatkan masa muda kalian sebelum masa tua kalian. Setiap malam aku minimal membaca 1000 ayat.” (Abu Muhammad Al-Isybily, at-Tahajjudu Wa ma Warada fii Dzaalik, 215)

Menurut penulis, nasihat ini juga bisa ditujukan kepada orang tua. Sebab, hingga masa tua pun kebiasaan baik berupa membaca al-Qur`an pada waktu malam olah Abu Ishaq As-Sabi’i masih tetap dilakukan. Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menjaga waktunya. Apalagi, ketika di bulan Ramadhan, khususnya di sepuluh terakhirnya. Semoga kita bisa meneladani generasi salaf dalam memanfaatkan momentum ini.*

 

Sumber: Hidayatullah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *